DAMPAK KONDISI INFRASTRUKTUR TERHADAP BIAYA LOGISTIK DI INDONESIA
Ketika keadaan infrastruktur di sebuah negeri lemah, itu berarti
bahwa perekonomian negara itu berjalan dengan cara yang sangat tidak efisien.
Biaya logistik yang sangat tinggi, berujung pada perusahaan dan bisnis yang
kekurangan daya saing (karena biaya bisnis yang tinggi). belum lagi adengan
munculnya ketidakadilan sosial, misalnya, sulit bagi sebagian penduduk
untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan, atau susahnya anak-anak pergi ke
sekolah karena perjalanannya terlalu susah atau mahal.
Pembangunan infrastruktur dan pengembangan ekonomi makro
seharusnya memiliki hubungan timbal balik, karena pembangunan infrastruktur
menimbulkan ekspansi ekonomi melalui efek multiplier. Sementara ekspansi
ekonomi menimbulkan kebutuhan untuk memperluas infrastruktur yang ada, untuk
menyerap makin besarnya aliran barang dan orang yang beredar atau bersirkulasi
di seluruh perekonomian. Namun, kalau infrastrukturnya tidak dapat menyerap
peningkatan kegiatan ekonomi (dan tidak cukup banyak infrastruktur baru yang
dikembangkan) maka akan terjadi masalah -- mirip dengan arteri yang tersumbat
dalam tubuh manusia, yang menyebabkan kondisi bahaya yang mengancam kehidupan
karena darahnya tidak bisa mengalir. Ini menjelaskan situasi paradoks bahwa
buah yang diproduksi di dalam negeri bisa saja lebih mahal dibandingkan dengan
buah yang diimpor dari luar negeri. Beberapa tahun yang lalu konsumen di Jakarta
sering mengeluh karena jeruk impor dari China lebih murah di
supermarket-supermarket di Jakarta dibandingkan dengan jeruk buatan Indonesia
sendiri. Selanjutnya, biaya logistik yang tinggi di Indonesia bisa
menyebabkan perbedaan harga yang substansial di antara provinsi-provinsi di
nusantara.Misalnya, beras atau semen jauh lebih mahal di Indonesia bagian timur daripada di
pulau Jawa atau Sumatra karena biaya tambahan yang timbul dari titik produksi
ke end user.
Dengan kata lain, jaringan perdagangan yang lemah di Indonesia, baik
antar-pulau dan intra-pulau, menyebabkan tekanan inflasi berat pada produk yang
diproduksi dalam negeri.
Infrastruktur yang kurang memadai juga mempengaruhi daya tarik
iklim investasi di Indonesia. Investor asing penuh kekhawatiran untuk
berinvestasi di, misalnya, fasilitas manufaktur di Indonesia kalau pasokan
listrik tidak pasti atau biaya transportasi sangat tinggi. Kenyataannya,
Indonesia sering diganggu pemadaman listrik, meskipun negeri ini dinyatakan
berkelimpahan sumber daya energi. Kasus pemadaman listrik cukup lumrah terjadi
di daerah-daerah selain Jawa dan Bali
Menurut data yang diterbitkan oleh Kamar Dagang Indonesia dan
Industri (Kadin Indonesia), dari total pengeluaran perusahaan di Indonesia,
sekitar 17 persen diserap oleh biaya logistik. Padahal dalam ekonomi
negara-negara tetangga, angka ini hanya di bawah sepuluh persen. Hal-hal demikian jelas
membuat para investor berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk berinvestasi
di Indonesia. Sementara itu, masalah logistik yang tidak efisien (yang mencakup
bidang transportasi, pergudangan, konsolidasi kargo, clearance perbatasan,
distribusi dan sistem pembayaran) menghambat peluang para pengusaha untuk
memperluas bisnis mereka.
Pemerintah Indonesia
& Pembangunan Infrastruktur
Pemerintah Indonesia sadar akan pentingnya
untuk memperbaiki keadaan infrastruktur sehingga iklim investasi dan bisnis
menjadi lebih menarik. Saat ini, tidak ada cukup banyak jalan, pelabuhan,
bandara, dan jembatan di Indonesia (ekonomi terbesar di Asia Tenggara),
sedangkan - tidak jarang - kualitas infrastruktur yang sudah ada tidak memadai.
Namun, pengembangan infrastruktur Indonesia (baik infrastruktur keras maupun
lunak) bukanlah tugas yang mudah. Nusantara terdiri dari sekitar 17,000 pulau
(meskipun banyak dari pulau-pulau ini tidak ada penghuni dan tidak menunjukkan
aktivitas ekonomi). Karena berbentuk kepulauan lebih kompleks (dan lebih mahal)
untuk meningkatkan konektivitas dan menyiratkan ada kebutuhan untuk fokus pada
infrastruktur maritim.
Buruknya daya dukung infrastruktur menjadi faktor utama
tingginya biaya logistik. Jalan sebagai prasarana transportasi yang paling
banyak digunakan, masih terdapat 17,25 persen dalam kondisi buruk. Masih
sedikit simpul-simpul yang menghubungkan sistem transportasi multimoda.
Tingginya biaya logistik merupakan menjadi salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi daya saing perekonomian di Indonesia sehingga bisa menyebabkan
turunnya iklim investasi. Biaya logistik di Indonesia yang masih berkisar 17
persen dari biaya produksi. Hal ini menyebabkan tingginya biaya produksi, sehingga
dapat menurunkan daya beli pada suatu produk. Manajemen pengelolaan kegiatan
transportasi masih menghadapi kendala dalam bentuk terbatasnya SDM yang
berkualitas dan profesional dalam bidang transportasi, hambatan kelembagaan,
daya dukung perkembangan intramoda dan multimoda yang masih kurang, penggunaan
teknologi maju dalam pengelolaan transportasi yang masih minim dikarenakan
terbatasnya dana.
Perbandingan infrastruktur
Indonesia dengan beberapa
Negara ASEAN seperti Vietnam ,
Malaysia , Thailand dan Singapura
1.
Vietnam
Saat ini, Vietnam
menjadi salah satu bintang dalam jajaran Negara berkembang (emerging markets).
Pertumbuhan ekonominya mencapai sekitar 6-7 persen, di atas pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Ekspor menjadi pendorong pertumbuhan ekonominya. Barang-barang merek
Nike dan telepon seluler merek Samsung diproduksi di negara tersebut.
Bagaimana keajaiban terjadi? Berdasarkan analisis Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Vietnam dapat dijelaskan dalam tiga faktor utama.
Vietnam dinilai mampu merangkul liberalisasi perdagangan sepenuhnya dengan mendorong reformasi domestik melalui deregulasi dan upaya menurunkan biaya bisnis. Para Analis menunjuk pada berbagai perjanjian perdagangan bebas yang telah ditandatangani Vietnam dalam 20 tahun terakhir. Pada tahun 1995, Viet Nam bergabung dengan kawasan perdagangan bebas ASEAN.
Bagaimana keajaiban terjadi? Berdasarkan analisis Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Vietnam dapat dijelaskan dalam tiga faktor utama.
Vietnam dinilai mampu merangkul liberalisasi perdagangan sepenuhnya dengan mendorong reformasi domestik melalui deregulasi dan upaya menurunkan biaya bisnis. Para Analis menunjuk pada berbagai perjanjian perdagangan bebas yang telah ditandatangani Vietnam dalam 20 tahun terakhir. Pada tahun 1995, Viet Nam bergabung dengan kawasan perdagangan bebas ASEAN.
Pada tahun 2000, mereka
menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan AS, dan pada 2007 bergabung
dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sejak saat itu, perjanjian ASEAN
selanjutnya diikuti dengan Cina, India, Jepang dan Korea, dan hanya tahun ini,
Kemitraan Trans-Pasifik yang telah diubah diberlakukan - meskipun tanpa AS. Efek
kumulatif dari semua perjanjian ini secara bertahap menurunkan tarif yang diberlakukan
pada impor dan ekspor ke dan dari Vietnam. Dorongan pemerintah Vietnam
menuju ekonomi terbuka juga termasuk reformasi domestik. Pada tahun 1986 negara
ini menciptakan Undang-Undang pertama tentang Penanaman Modal Asing, yang
memungkinkan perusahaan asing masuk ke Vietnam.
Dalam Laporan Daya Saing Global Forum Ekonomi Dunia, peringkat Vietnam naik dari peringkat 77 di tahun 2006 menjadi 55 pada 2017. Di peringkat Ease of Doing Business Bank Dunia, sementara itu, Vietnam naik dari peringkat 104 pada tahun 2007 menjadi peringkat 68 di tahun 2017. Vietnam menginggalkan Indonesia yang berada di peringkat 72. Bank Dunia menyebut Vietnam membuat kemajuan dalam segala hal mulai dari menegakkan kontrak, meningkatkan akses ke kredit dan listrik, membayar pajak dan perdagangan lintas batas. Vietnam juga mulai banyak berinvestasi pada sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur. Investasi itu membuahkan hasil. Berbekal infrastruktur yang diperlukan dan dengan kebijakan yang ramah pasar, Viet Nam menjadi pusat investasi dan manufaktur asing di Asia Tenggara. Perusahaan elektronik Jepang dan Korea seperti Samsung, LG, Olympus dan Pioneer serta pembuat pakaian Eropa dan Amerika yang tak terhitung jumlahnya mendirikan toko di negara ini. Pada 2017, Financial Times melaporkan, Vietnam adalah eksportir pakaian terbesar di kawasan ASEAN dan eksportir elektronik terbesar kedua setelah Singapura.
Dalam Laporan Daya Saing Global Forum Ekonomi Dunia, peringkat Vietnam naik dari peringkat 77 di tahun 2006 menjadi 55 pada 2017. Di peringkat Ease of Doing Business Bank Dunia, sementara itu, Vietnam naik dari peringkat 104 pada tahun 2007 menjadi peringkat 68 di tahun 2017. Vietnam menginggalkan Indonesia yang berada di peringkat 72. Bank Dunia menyebut Vietnam membuat kemajuan dalam segala hal mulai dari menegakkan kontrak, meningkatkan akses ke kredit dan listrik, membayar pajak dan perdagangan lintas batas. Vietnam juga mulai banyak berinvestasi pada sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur. Investasi itu membuahkan hasil. Berbekal infrastruktur yang diperlukan dan dengan kebijakan yang ramah pasar, Viet Nam menjadi pusat investasi dan manufaktur asing di Asia Tenggara. Perusahaan elektronik Jepang dan Korea seperti Samsung, LG, Olympus dan Pioneer serta pembuat pakaian Eropa dan Amerika yang tak terhitung jumlahnya mendirikan toko di negara ini. Pada 2017, Financial Times melaporkan, Vietnam adalah eksportir pakaian terbesar di kawasan ASEAN dan eksportir elektronik terbesar kedua setelah Singapura.
Pertumbuhan ekonomi pun
kemudian mengikuti. Sejak 2010, pertumbuhan PDB Vietnam mencapai 5 persen per
tahun, dan pada 2017 bahkan mencapai 6,8 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi
yang cepat, negara ini tumbuh dari salah satu negara termiskin di dunia menjadi
negara berpenghasilan menengah. PDB per kapita yang sebelumnya hanya
US$230 pada tahun 1985, naik lebih dari sepuluh kali lipat pada 2017 menjadi
US$2.343. Salah satu yang terpenting, pertumbuhan ekonomi merreka cukup
inklusif. Menurut Indeks Pembangunan Inklusif Forum Ekonomi Dunia, Vietnam
adalah bagian dari kelompok ekonomi yang telah melakukan sangat baik dalam
membuat proses pertumbuhan mereka lebih inklusif dan berkelanjutan. Namun,
satu kelemahan yang penting adalah pendekatan pemerintah terhadap hak asasi
manusia dan privasi. Kebebasan pers adalah salah satu yang terburuk di
dunia. Kendati ekonominya tengah tumbuh, keinginan globalisasi yang kian
berkurang di berbagai belahan dunia, Vietnam terlihat sangat rentan, seperti
yang dilaporkan Financial Times awal tahun ini. Ekspornya yang bernilai 99,2
persen dari PDB banyak berasal dari keberhasilannya pada investasi dan perdagangan
asing. Sebagai pasar yang sedang berkembang, mungkin juga tidak disukai sebagai
tempat untuk berinvestasi karena penguatan dolar.Namun untuk saat ini, Vietnam
justru diuntungkan dengan meningkatkan ketegangan perdagangan global.
Pemerintah AS telah mengenakan kenaikan tarif pada impor produk China senilai
ratusan miliar dolar sehingga menyebabkan perusahaan dengan lokasi manufaktur
di China mempertimbangkan untuk pindah ke negara-negara seperti Vietnam.Negara
ini kini tengah menjadi tuan rumah bagi perhelatan World Economic Forum (WEF). WEF
merupakan salah satu ajang pertemuan bergengsi di bidang ekonomi yang biasanya
dihadiri oleh para pemimpin dunia dan para menteri ekonomi berbagai negara.
Ajang ini juga dihadiri para pemimpin perusahaan-perusahaan bergengsi guna
membahas kondisi perekonomian dunia terkini.
2. Malaysia
Malaysia
memiliki jalan-jalan besar yang menghubungkan semua kota besar di pesisir barat
Semenanjung Malaysia. Pada 2006, panjang keseluruhan Sistem Jalur Cepat Malaysia adalah
1.471,6 kilometer. Jejaring itu menghubungkan semua kota besar dan
sekitarnya: Klang Valley, Johor Bahru, dan Penang satu
sama lain. Jalur motor utama (E1 dan E2, E1 adalah bagian Utara Kuala Lumpur,
sedangkan E2 adalah bagian selatan), terentang dari ujung utara dan selatan
Semenanjung Malaysia, masing-masing di Bukit Kayu Hitam dan Johor Bahru. Jalur
itu bagian dari Jaringan Jalur Cepat Asia, yang juga
menghubungkan Thailand dan Singapura. Jalan di
Malaysia Timur dan pesisir timur Semenanjung Malaysia relatif kurang terbangun.
Semua itu berupa jalan yang sangat berkelok-kelok melewati pegunungan dan belum
dilapisi aspal, jalan berkerikil. Akibatnya, sungai masih menjadi jalur
transportasi penting, di samping pesawat udara sebagai
modus utama atau alternatif transportasi bagi penduduk pedalaman. Jasa
kereta api di Malaysia Barat dioperasikan oleh Keretapi Tanah Melayu dan memiliki rel cukup banyak
yang menghubungkan semua kota besar dan kota kecil di semenanjung, yang juga
melebar hingga Singapura. Juga ada
rel pendek di Sabah yang dioperasikan oleh Sabah State Railway yang utamanya mengangkut
komoditas. Ada juga beberapa pelabuhan di
negara ini. Pelabuhan besar utama Malaysia adalah Pelabuhan Klang di
Selangor dan Pelabuhan Tanjung Pelepas di
Johor. Pelabuhan penting lainnya dapat ditemukan di Tanjung Kidurong, Kota Kinabalu, Kuching, Kuantan, Pasir Gudang, Penang, Miri, Sandakan, dan Tawau.
Bandar Udara ditemukan
di pelosok negara. Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur (KLIA)
adalah bandar udara terbesar di negara ini. Bandar udara penting lainnya
termasuk Bandar Udara Internasional Kota Kinabalu, Bandar Udara Internasional Penang, Bandar Udara Internasional Kuching, Bandar Udara Internasional Langkawi, dan Bandar Udara Internasional Senai. Ada juga
bandar udara di kota-kota kecil, juga pelabuhan udara perintis domestik di
kawasan perkotaan Sabah dan Sarawak. Terdapat jasa penerbangan harian yang
menghubungkan Timur dan Barat Malaysia. Malaysia adalah rumah bagi maskapai
udara murah di kawasan ini, AirAsia. AirAsia
berbasis di Sepang dan
memiliki penerbangan ke Asia Tenggara dan Tiongkok. Jasa
telekomunikasi antarkota disediakan di Malaysia Barat terutama oleh riley radio
gelombang pendek.
Telekomunikasi internasional disediakan
melalui kabel bawah laut dan satelit. Salah satu perusahaan telekomunikasi
terpenting dan terbesar di Malaysia adalah Telekom Malaysia (TM),
yang menyediakan produk-produk dan pelayanan dari sambungan tetap, sambungan
bergerak, juga jasa akses Internet dial-up dan broadband.
TM memiliki semi-monopoli jasa sambungan telepon tetap di negara ini. Pada
Desember 2004, Menteri Energi, Air, dan Komunikasi Lim Keng Yaik melaporkan bahwa hanya 0,85%
atau 218.004 orang di Malaysia menggunakan jasa broadband. Tetapi,
angka ini didasarkan pada banyaknya pelanggan, sedangkan satuan persentase
rumah tangga mencerminkan situasi lebih akurat. Ini menggambarkan kenaikan
0,45% di tiga triwulan. Dia juga melaporkan bahwa pemerintah menargetkan
penggunaan 5% pada 2006 dan berlipat dua menjadi 10% pada 2008. Lim Keng Yaik
mendorong perusahaan-perusahaan telekomunikasi lokal dan penyedia jasa untuk
membuka mil terakhir dan harga lebih murah agar menguntungkan pengguna.
3.
Thailand
BANGKOK. Pemerintah
Thailand akan mengerek pertumbuhan ekonomi dengan cara berinvestasi
besar-besaran di sektor infrastruktur. Thailand menganggarkan dana sekitar US$
40 miliar untuk proyek infrastruktur. Namun, hingga kini jumlah yang
dibelanjakan masih kurang dari 1%. Salah satu proyek besar yang akan digarap
adalah jalur rel Thai Chinese.
Proyek tersebut
berjalan setelah 13 kegagalan pertemuan bilateral. Perbedaan pendapat atas
biaya, cara pembiayaan dan hak atas tanah membuat proyek ini tak juga jalan.
Kini, Thailand memantapkan hati untuk memulai proyek jalur rel sendiri.
Junta militer alias
Dewan Nasional Perdamaian dan Ketertiban yang menguasai Thailand lewat kudeta
pada 2014 telah menyetujui beberapa proyek. Ada 20 usulan proyek besar hingga
tahun 2022.
Menteri
Transportasi Thailand memperkirakan proyek tersebut menelan biaya THB 1,41
triliun setara dengan US$ 40,63 miliar. Hingga 19 Agustus 2016, pemerintah baru
mencairkan sekitar THB 11,3 miliar atau 0,8% dari total. Ekonom Bank Dunia,
Kiatipong Ariyapruchya seperti dikutip Reuters mengatakan, anggaran tersebut
berpotensi tidak terserap seluruhnya. "Ada risiko Thailand tidak bisa
melaksanakan semua rencana infrastruktur publik," ujar dia.Penyebabnya
adalah lambatnya pengadaan proyek, serta panjangnya proses persetujuan dan penilaian
dampak lingkungan. Akibatnya, peringkat infrastruktur Thailand dalam indeks
daya saing global forum ekonomi dunia jatuh. Jika pada tahun 2006-2007,
Thailand ada di peringkat ke 38 pada tahun 2015-2016 jatuh ke level 44.
Sementara Indonesia, justru naik dari 89 menjadi 62 pada periode yang sama.Pada
semester I-2016, pertumbuhan ekonomi Thailand naik tipis dibantu investasi
pemerintah yang tinggi. Tapi ekspor dan konsumsi domestik melemah. Investasi
swasta juga turun dalam tiga tahun terakhir.
Menteri Keuangan
Thailand Apisak Tantivorawong mengatakan, tanpa investasi swasta pemulihan
ekonomi akan lambat. Karena itu, Bank Sentral Thailand memilih mempertahankan
suku bunga mendekati rekor terendah selama lebih dari setahun.Investasi publik
masih tumbuh 30% menjadi THB 865 miliar dari akhir tahun lalu. Bank of Thailand
memprediksi, pertumbuhan ekonomi Thailand pada tahun ini bisa mencapai 3,1%. Sementara
itu, Bank Dunia melihat pertumbuhan ekonomi Negeri Gajah Putih hanya 2,5% dari
tahun lalu sebesar 2,8%.
4.4.
Singapura
Infrastruktur
transportasi lokal meliputi sebuah sistem transportasi darat di
seluruh pulau yang terdiri dari serangkaian jalan ekspres. Sistem
jalan umum dilayani oleh angkutan bus resmi dan berbagai perusahaan taksi
berizin. Angkutan bus umum telah menjadi topik kritik oleh sejumlah warga
Singapura, kebanyakan di antaranya memanfaatkan sistem ini untuk perjalanan
komuter sehari-hari. Sejak 1987, sistem metro kereta
penumpang Mass Rapid Transit (MRT) telah dioperasikan. Sistem
MRT semakin dilengkapi oleh sistem kereta ringan Light Rail Transit (LRT), dan meningkatkan
keteraksesan ke kawasan permukiman. Didirikan tahun 2001, sistem EZ-Link memungkinkan kartu pintar digunakan
sebagai tiket alternatif yang digunakan pada sistem angkutan umum di Singapura.
Singapura
merupakan sebuah hub transportasi internasional di Asia karena letaknya di
berbagai rute perdagangan laut dan udara.
Pelabuhan
Singapura,
dikelola oleh operator pelabuhan PSA International dan Jurong Port, adalah pelabuhan tersibuk kedua di
dunia pada 2005 menurut tonase pengapalan yang ditangani, yaitu sebesar
1,15 milyar ton kasar, dan menurut lalu lintas kontainer, yaitu sebanyak 23,2 juta satuan dua puluh kaki (TEU). Pelabuhan Singapura juga
merupakan yang tersibuk kedua di dunia menurut tonase kargo, setelah Shanghai
dengan 423 juta ton. Selain itu, Singapura merupakan pelabuhan tersibuk
pertama di dunia menurut lalu lintas lintas pengapalan dan pusat pengisian bahan bakar
kapal terbesar di dunia.
Singapura
adalah hub penerbangan untuk kawasan Asia Tenggara dan
perhentian untuk rute Kangguru antara Australasia dan Eropa. Bandar Udara Changi Singapura memiliki
jaringan seluas 80 maskapai penerbangan yang menghubungkan Singapura ke 200
kota di 68 negara. Bandara ini telah dimasukkan sebagai salah satu bandara
internasional terbaik oleh berbagai majalah perjalanan internasional, termasuk
sebagai bandara terbaik di dunia untuk pertama kalinya oleh Skytrax pada
tahun 2006.
Bandar
Udara Changi saat ini memiliki tiga terminal penumpang. Terdapat juga sebuah
terminal bertarif rendah, yang melayani maskapai bertarif rendah Tiger Airways dan Cebu Pacific. Maskapai
penerbangan nasionalnya ialah Singapore
Airlines (SIA),
maskapai yang paling banyak mendapatkan penghargaan di dunia. Bandar Udara Changi Singapura diswastanisasikan
pada tahun 2009 dan saat ini dimiliki sepenuhnya oleh Changi Airport Group.
Komentar
Posting Komentar